PBH Peradi Balikpapan Desak Polisi Hentikan Kriminalisasi Pejuang Lingkungan Muara Kate

DIKSI.CO — Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Balikpapan, Ardiansyah, bersama Tim Advokasi Lawan Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Warga Muara Kate, mendesak aparat kepolisian segera menghentikan seluruh tuduhan terhadap Misran Toni (MT), pejuang lingkungan asal Muara Kate, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Ardiansyah menyebut, penetapan status tersangka dan penahanan terhadap MT sarat dengan rekayasa dan pelanggaran hukum. Ia menilai tindakan aparat merupakan bentuk kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak lingkungan hidup yang sehat dan menolak aktivitas hauling batu bara ilegal di wilayah mereka.
“Kami menilai penahanan terhadap MT tidak sah secara hukum dan merupakan upaya sistematis untuk membungkam suara rakyat,” tegas Ardiansyah dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (7/11/2025).
MT telah ditahan sejak 16 Juli 2025 dan hingga kini sudah menjalani masa tahanan lebih dari 115 hari di Polda Kaltim. Berdasarkan perpanjangan terakhir yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Tanah Grogot (Nomor: 91/Pen.Pid/2025/PN.Tgt), masa penahanannya seharusnya berakhir pada 12 November 2025.
Namun pada 22 Oktober 2025, MT sempat dikeluarkan dari tahanan selama delapan hari dengan status “terbantar” — bukan bebas, melainkan pembantaran yang berarti penundaan sementara penahanan dengan alasan medis. Anehnya, selama masa pembantaran tersebut MT tidak sedang sakit. Ia justru diisolasi di RS Atma Husada Samarinda sejak 22 hingga 30 Oktober 2025.
“Pembantaran itu jelas tidak sah karena tidak sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 1989. Pembantaran hanya bisa dilakukan atas permintaan tahanan atau keluarganya, untuk keperluan pengobatan medis, bukan untuk kepentingan penyidikan,” jelas Ardiansyah.
Selama masa isolasi, keluarga MT tidak diizinkan menjenguk. Bahkan, pada 26 Oktober 2025, sang istri yang menempuh perjalanan sejauh 300 kilometer dari Muara Kate ditolak untuk menemui suaminya.
“Tindakan itu melanggar hak asasi tahanan dan menunjukkan adanya upaya memperpanjang masa penahanan secara tidak sah,” ujarnya.
Setelah delapan hari pembantaran, MT kembali ditahan dengan Surat Perintah Penahanan Nomor SP.Han/95/X/RES 1.6/2025/Reskrim, dan masa tahanannya diperpanjang hingga 18 November 2025, delapan hari lebih lama dari jadwal semula. Tim advokasi menilai langkah ini sebagai manuver hukum yang tidak beralasan dan digunakan untuk mengulur waktu pembebasan MT.
Misran Toni dikenal sebagai pejuang lingkungan hidup yang selama ini menentang praktik hauling batu bara ilegal. Khususnya di wilayah Muara Kate dan sekitarnya.
Ia aktif mengorganisasi warga untuk menolak aktivitas perusahaan tambang, khususnya PT Mantimin Coal Mining (MCM), yang disebut menggunakan jalan umum untuk hauling batu bara.
Sejak tahun 2023, kegiatan hauling di jalan umum itu telah menimbulkan konflik sosial serius dan bahkan memakan korban jiwa. Sedikitnya tujuh warga dilaporkan meninggal dunia atau luka parah akibat kecelakaan yang melibatkan truk pengangkut batu bara. Namun, bukannya menindak perusahaan, aparat justru menetapkan MT sebagai tersangka kasus pembunuhan.
“Penetapan tersangka terhadap MT pada 17 Juli 2025 merupakan bentuk kriminalisasi terhadap gerakan rakyat,” ujar Ardiansyah.
Tim advokasi meyakini penahanan MT dilakukan untuk meredam perlawanan warga terhadap praktik tambang ilegal di Paser. Penahanan di Polda Kaltim disebut sebagai upaya menghindari gelombang solidaritas dari warga Muara Kate yang selama ini mendukung perjuangan MT.
“Penahanan ini bukan semata perkara hukum, tetapi cara membungkam perlawanan rakyat. MT dijadikan contoh untuk menakut-nakuti warga lain agar tidak bersuara,” tegas Ardiansyah.
Alih-alih menyelesaikan akar persoalan, penahanan MT justru membuka ruang bagi praktik tambang ilegal terus beroperasi tanpa gangguan.
Tim advokasi menyebut, pada 12 Oktober 2025, aktivitas hauling masih berlangsung di jalur lintas Kaltim–Kalsel, Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser. Truk-truk batu bara berlogo Party Logistics terlihat melintas di jalan nasional Desa Busui, mengangkut batu bara dari bekas tambang PT TMJ menuju arah Kalimantan Selatan.
“Ini bukti bahwa penahanan MT hanya menjadi alat untuk menyingkirkan perlawanan warga, sementara aktivitas tambang ilegal tetap dibiarkan,” ujar Ardiansyah.
Ia menilai tindakan aparat merupakan bentuk pembiaran dan kegagalan negara dalam melindungi warga dari dampak industri ekstraktif yang merusak lingkungan.
Tim Advokasi Lawan Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Warga Muara Kate meminta Kapolres Paser AKBP Novy Adi Wibowo dan Kapolda Kaltim Irjen Pol Endar Priantoro untuk segera menghentikan seluruh tuduhan terhadap MT.
Mereka juga mendesak aparat menelusuri pelaku sebenarnya di balik kasus pembunuhan yang dijadikan dasar penahanan.
“Kami percaya pelaku sesungguhnya masih bebas, sementara korban kriminalisasi justru ditahan tanpa bukti kuat,” ujar Ardiansyah.
Ia juga mengingatkan agar kejaksaan dan aparat penegak hukum lain menjunjung tinggi asas keadilan dan profesionalitas dalam menangani perkara ini.
“Jaksa harus memastikan proses hukum berjalan adil dan tidak digunakan sebagai alat politik untuk membungkam rakyat,” ujarnya.
Menurut Ardiansyah, menahan MT sama artinya dengan menahan suara rakyat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Kami menuntut, bebaskan Misran Toni sekarang juga. Tangkap pelaku pembunuhan yang sebenarnya dan hentikan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan,” tegasnya.
Kasus Misran Toni kembali menyoroti paradoks penegakan hukum lingkungan di Indonesia — di mana warga yang menolak tambang ilegal justru dikriminalisasi, sementara perusahaan pelaku kerusakan lingkungan terus beroperasi tanpa sanksi tegas.
Bagi PBH Peradi Balikpapan dan Tim Advokasi, perjuangan membebaskan MT bukan hanya soal pembelaan individu. Tetapi bagian dari upaya melawan praktik ketidakadilan sistematis yang menimpa pejuang lingkungan di daerah-daerah tambang.
“Kriminalisasi terhadap MT adalah cermin nyata bagaimana hukum digunakan untuk menekan warga. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai keadilan ditegakkan,” tutup Ardiansyah.
(tim redaksi)