GULIR KEBAWAH UNTUK MELIHAT BERITA

Kapal Induk AS Masuk Laut Karibia, Ketegangan Amerika Serikat–Venezuela Meningkat Tajam

DIKSI.CO – Ketegangan geopolitik di kawasan Amerika Latin kembali meningkat setelah kapal induk tercanggih Amerika Serikat (AS), USS Gerald R. Ford dilaporkan memasuki Laut Karibia pada Minggu waktu setempat.

Langkah ini menambah eskalasi terbaru dalam hubungan tegang antara pemerintahan Presiden Donald Trump dan sejumlah negara Amerika Latin, terutama Venezuela.

Pengerahan kapal perang berteknologi mutakhir ini diumumkan langsung oleh Komando Selatan AS (SOUTHCOM), yang membawahi operasi militer AS di Amerika Latin dan Karibia.

SOUTHCOM menegaskan bahwa kehadiran Gugus Tempur Kapal Induk Ford bertujuan memperkuat kampanye anti-perdagangan manusia dan anti-narkotika, sebuah operasi militer yang telah digenjot Washington sejak September lalu.

“Gugus Tempur Kapal Induk USS Gerald R. Ford telah memasuki wilayah tanggung jawabnya,” kata SOUTHCOM dalam pernyataannya, dikutip AFP pada Senin (17/11/2025).

“Gugus tugas tempur tersebut telah memasuki Laut Karibia mengikuti arahan Presiden Trump untuk membubarkan organisasi kriminal transnasional dan melawan terorisme narkotika dalam membela Tanah Air.”

Gugus tugas itu terdiri dari satu kapal induk kelas Ford, dua kapal perusak berpeluru kendali, serta sejumlah kapal dan pesawat pendukung lainnya.

Kapal induk USS Gerald R. Ford, yang disebut sebagai yang tercanggih dalam sejarah Angkatan Laut AS, memiliki kemampuan meluncurkan pesawat dengan sistem elektromagnetik mutakhir dan daya operasional yang lebih cepat dibanding pendahulunya.

Serangan Drone Mematikan Picu Kritik

Dalam operasi anti-narkotika yang dimulai pada September, militer AS telah melancarkan lebih dari 20 serangan drone di perairan internasional.

Washington mengklaim bahwa serangan-serangan tersebut berhasil menewaskan setidaknya 83 orang yang dituduh sebagai pelaku penyelundupan narkoba.

Namun, hingga kini AS belum memberikan bukti publik untuk mendukung klaim bahwa para korban benar-benar terlibat dalam perdagangan narkotika.

Minimnya transparansi memicu kritik dari kelompok hak asasi manusia dan para pakar hukum internasional.

Sejumlah ahli menilai tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killings), terlepas dari apakah targetnya adalah pengedar narkoba yang sudah dikenal atau tidak.

Lembaga-lembaga internasional mendesak agar operasi AS diawasi lebih ketat mengingat potensi penyalahgunaan kekuatan militer di wilayah perairan yang sensitif secara geopolitik.

Venezuela Merasa Diincar

Pemerintah Venezuela di bawah Presiden Nicolás Maduro menanggapi pengerahan kapal induk tersebut sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan negaranya.

Hubungan AS–Venezuela telah lama memburuk setelah Washington menolak mengakui Maduro sebagai pemimpin sah dan memberikan dukungan kepada oposisi.

Selama bertahun-tahun, AS juga menuduh Maduro memimpin “Kartel Los Soles”, jaringan narkoba yang menurut Washington dijalankan oleh sejumlah petinggi militer Venezuela.

Pada 2020, Departemen Kehakiman AS sempat menawarkan hadiah US$50 juta bagi siapa pun yang dapat membantu menangkap Maduro, agar ia diadili atas tuduhan konspirasi narkotika.

Karacas kini menilai kehadiran USS Gerald R. Ford sebagai bagian dari upaya tekanan militer untuk melemahkan pemerintahannya.

“Ini ancaman nyata terhadap perdamaian regional,” ujar salah satu pejabat tinggi Venezuela dalam pernyataannya.

Trump Bungkam Soal Misi Sesungguhnya

Meski SOUTHCOM memberikan alasan operasi anti-narkotika, sejumlah analis meyakini bahwa pengerahan gugus tempur raksasa tersebut tidak sebatas pada misi pemberantasan kejahatan terorganisasi.

Saat ditanya wartawan di pesawat kepresidenan Air Force One, Trump memberikan jawaban mengambang.

“Saya tidak bisa memberi tahu Anda apa itu, tetapi kami telah membuat banyak kemajuan dengan Venezuela dalam hal menghentikan masuknya narkoba,” ucapnya.

Sebelumnya dalam wawancara di CBS News, Trump sempat mengatakan bahwa ia meragukan AS akan berperang dengan Venezuela, tetapi ia juga menegaskan bahwa “masa jabatan Maduro bisa dihitung.”

Pernyataan itu memicu spekulasi bahwa Washington mungkin tengah mempertimbangkan intervensi militer terbatas, atau sedikitnya meningkatkan tekanan untuk memicu perubahan rezim di Caracas.

AS Perkuat Jejak Militer di Karibia

Selain pengerahan USS Gerald R. Ford, AS juga memperluas aktivitas militernya di kawasan Karibia.

Di Trinidad dan Tobago, pasukan AS dan militer setempat memulai latihan gabungan pada Minggu—yang merupakan latihan kedua dalam kurun waktu kurang dari satu bulan.

Manuver tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa Washington tengah membangun lingkaran pengamanan strategis di sekitar Venezuela.

Para pengamat menilai bahwa langkah militer besar-besaran di Karibia dapat meningkatkan risiko kesalahan perhitungan (miscalculation), yang berpotensi memicu konflik terbuka di kawasan yang selama ini relatif stabil.

Kehadiran USS Gerald R. Ford di Laut Karibia menandai babak baru dari dinamika geopolitik Amerika Latin.

Dengan tensi politik yang meningkat dan narasi intervensi yang kembali mengemuka, dunia kini menunggu bagaimana Caracas dan Washington akan mengambil langkah berikutnya di tengah kekhawatiran luas bahwa krisis ini bisa dengan cepat berubah menjadi konfrontasi bersenjata. (*)

Back to top button