Komisi II DPRD Kalimantan Timur mengambil langkah proaktif terkait dugaan kasus kredit fiktif di salah satu bank plat merah yang beroperasi di wilayah...
DIKSI.CO - Komisi II DPRD Kalimantan Timur mengambil langkah proaktif terkait dugaan kasus kredit fiktif di salah satu bank plat merah yang beroperasi di wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Kasus ini diduga menyebabkan potensi kerugian negara hingga lebih dari Rp 200 miliar.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, menyampaikan bahwa lembaganya akan segera mengundang kembali pihak bank terkait serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Timur untuk memberikan klarifikasi secara terbuka dalam forum resmi Rapat Dengar Pendapat (RDP).
“Kami telah mencermati informasi yang berkembang di masyarakat dan media, termasuk laporan mahasiswa serta sorotan dari Kejaksaan Tinggi Kaltim. Komisi II tidak bisa tinggal diam. Ini menyangkut kredibilitas lembaga keuangan dan perlindungan terhadap keuangan negara,” ujar Sabaruddin dalam keterangannya di Samarinda, Rabu (9/4) malam.
Komisi II sebelumnya telah menggelar RDP awal pada 25 Maret 2025 di Balikpapan.
Namun, hingga kini belum diperoleh penjelasan teknis dan menyeluruh dari OJK maupun pimpinan bank plat merah yang disebut dalam dugaan kredit fiktif tersebut.
"Kami menekankan pentingnya kehadiran pimpinan tertinggi bank dalam forum mendatang. Kami tidak menginginkan hanya staf yang hadir karena keputusan penting harus bisa diambil di tempat. Ini persoalan serius, bukan administratif biasa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sabaruddin juga mengingatkan bahwa bank plat merah merupakan entitas milik publik yang berada di bawah pengawasan OJK, sehingga harus menunjukkan akuntabilitas penuh.
Menurutnya, klarifikasi terbuka sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan.
Komisi II DPRD Kaltim saat ini tengah menyusun jadwal ulang untuk pelaksanaan RDP lanjutan yang akan mengundang OJK, pimpinan bank plat merah, serta pemangku kepentingan lainnya.
“Kami juga mengajak rekan-rekan media untuk bersama mengawal proses ini secara transparan dan bertanggung jawab,” pungkasnya.
Untuk diketahui, kasus serupa juga terjadi di Bank berplat Merah yang ada di Jakarta.
Tepat pada 20 Februari 2025 lalu, Kejaksaan Tinggi Jakarta telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus kredit fiktif dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 569,4 miliar.
Tiga tersangka yang diamankan pada Februari 2025 itu adalah Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta, Benny; pemilik PT Indi Daya Group, Bun Sentoso; serta Direktur PT Indi Daya Rekapratama dan Indi Daya Group, Agus Dianto Mulia.
Kronologi kasus bermula saat tim penyidik Kejati Jakarta mulai memeriksa Benny terkait dengan dugaan manipulasi pemberian kredit di Bank Jatim Cabang Jakarta.
Benny diduga telah memfasilitasi pencairan kredit fiktif kepada PT Indi Daya Group dan PT Indi Daya Rekapratama.
Kredit tersebut diberikan dengan menggunakan agunan atau jaminan dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seolah-olah ada kerja sama dengan BUMN padahal tidak ada.
Selain itu, pencairan dana dilakukan atas nama perusahaan nominee, yaitu perusahaan yang digunakan sebagai kedok untuk mendapatkan kredit dengan dokumen yang telah direkayasa.
Modus operandi yang digunakan dalam kasus ini terbilang sistematis.
Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sebagai debitur sebenarnya tidak memiliki proyek riil atau kemampuan finansial yang memadai untuk mendapatkan kredit dalam jumlah besar.
Namun, dengan bantuan Benny sebagai Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta, proses pencairan kredit tetap dilakukan.
Selain itu, peran Fitri Kristiani juga sangat krusial, karena ia bertindak sebagai penghubung yang mengurus berbagai dokumen yang dibutuhkan dalam skema penipuan ini. Tersangka Bun Sentoso dan Agus Dianto Mulia diduga berkolusi dengan Benny untuk mencairkan 65 kredit utang dan 4 kredit kontraktor.
Total kredit yang telah dicairkan mencapai Rp 569,4 miliar. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung proyek-proyek yang didanai melalui kredit modal kerja, tetapi pada kenyataannya, proyek-proyek tersebut tidak pernah ada.
Penyidik Kejati Jakarta menduga bahwa seluruh dana tersebut berasal dari kredit fiktif yang tidak sesuai dengan prosedur perbankan yang berlaku.
Setelah penetapan tersangka, Kejati Jakarta langsung melakukan penahanan terhadap ketiganya.
Benny ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, sementara Bun Sentoso ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan Agus Dianto Mulia di Rutan Cipinang. Sementara itu, Fitri Kristiani baru ditetapkan sebagai tersangka pada 4 Maret 2025 dan akan menjalani pemeriksaan lanjutan untuk mendalami perannya dalam kasus ini.
Selain penahanan, penyidik juga melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk rumah Bun Sentoso dan kantor PT Indi Daya Group.
"Saat ini penggeledahan masih berlangsung," ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Jakarta, Syarief Sulaiman Nahdi.
Ia menambahkan bahwa dalam penggeledahan tersebut, penyidik menemukan berbagai dokumen yang diduga kuat berkaitan dengan praktik manipulasi kredit fiktif yang dilakukan oleh para tersangka.
(tim redaksi)