GULIR KEBAWAH UNTUK MELIHAT BERITA
Trending

DPRD Kaltim Dorong Kepastian Kontribusi Perusahaan dengan Percepat Penguatan Regulasi PI 10 Persen dan CSR

DIKSI.CO — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Timur (DPRD Kaltim) kini mengebut finalisasi draft perubahan peraturan daerah yang akan memuat dua isu krusial, Participating Interest (PI) 10 persen dan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.

Langkah ini dilakukan Komisi II DPRD Kaltim sebagai upaya memperkuat posisi daerah dalam pengelolaan sumber daya alam.

Dua agenda ini dinilai sebagai langkah penting untuk mempertegas hak daerah dan memastikan keberpihakan korporasi terhadap pembangunan sosial dan lingkungan.

Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, menegaskan banyak perusahaan pemilik Wilayah Kerja (WK) migas belum optimal menjalankan kewajiban penawaran PI 10 persen kepada daerah.

Hingga saat ini, Bumi Etam baru memperoleh hak PI dari dua WK, yakni WK Mahakam dan WK Sanga-Sanga. Sementara enam WK lainnya belum menjalankan mekanisme sesuai ketentuan nasional.

“Participating interest 10 persen itu wajib kita serap. Tapi faktanya masih banyak perusahaan belum melaksanakannya dengan baik. Karena itu, kami ingin memasukkan klausul ini secara tegas dalam perda,” ujarnya belum lama ini

Menurutnya, penguatan regulasi PI 10 persen bukan sekadar mempertegas kewajiban, tetapi juga mendorong transparansi proses penawaran, alur pengawasan, hingga mekanisme penegakan bila perusahaan tidak melaksanakan aturan. DPRD ingin memastikan BUMD Kaltim memiliki dasar hukum kuat untuk terlibat aktif dalam pengelolaan aset migas daerah.

Selain PI, pelaksanaan CSR juga kembali menjadi isu besar dalam penyusunan perda baru. Sabaruddin mengungkapkan banyak perusahaan yang menjalankan CSR secara sporadis, tidak terukur, dan tanpa mekanisme evaluasi yang dapat memastikan kebermanfaatan bagi masyarakat.

“Kami ingin ada ketegasan, misalnya CSR minimal 3 persen. Tapi dari hasil konsultasi dengan Kemendagri, perda tidak boleh mencantumkan angka nominal. Ini yang sedang kami perdebatkan,” katanya.

Meskipun demikian, Komisi II tetap mencari jalan agar perda tetap memuat ketentuan yang mencakup, standar pelaksanaan CSR, keharusan pelaporan secara berkala, mekanisme evaluasi, serta korelasi CSR dengan perpanjangan izin perusahaan.

Menurut Sabaruddin, skema skoring atau evaluasi berbasis kinerja CSR sedang dipertimbangkan. Perusahaan yang buruk dalam menjalankan tanggung jawab sosial dapat dikenai kewajiban tambahan saat mengajukan perpanjangan izin.

“Kalau perusahaan tidak melaksanakan tanggung jawab sosialnya, maka saat memperpanjang izin mereka harus menyelesaikannya dulu. Ini yang sedang kami rumuskan bersama bagian hukum dan perizinan,” tegasnya.

Dalam rapat dengar pendapat di Komisi XII sebelumnya, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menerangkan bahwa enam WK belum menyelesaikan proses penawaran PI sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016. WK tersebut meliputi:
* WK Rapak (ENI Rapak),
* WK Ganal (ENI Ganal),
* WK Wain (Indosino Oil & Gas),
* WK Pasir (Pasir Petroleum Resource Ltd),
* WK Bontang (Staarborn Energy Bontang),
* WK South Bengara (SDA South Bengara II).

Selain itu terdapat beberapa WK yang berpotensi memberikan PI kepada BUMD Kaltim, seperti WK Makasar Strait, WK East Sepinggan, WK West Ganal, WK North Ganal, hingga WK South Sesulu.
Gubernur berharap pemerintah pusat membuka akses lebih luas bagi daerah untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam, baik migas maupun minerba, sehingga fiskal daerah meningkat dan pembangunan strategis dapat berjalan lebih agresif.

“Daerah ini perlu diberikan ruang untuk bisa melaksanakan kegiatan perekonomian. Kepemilikan 10 persen PI migas akan berdampak positif pada fiskal daerah,” tegasnya.

Isu PI dan CSR menjadi penting mengingat Kaltim merupakan salah satu wilayah dengan intensitas tinggi eksploitasi migas dan minerba. Banyak proyek besar beroperasi di wilayah ini, namun optimalisasi manfaat bagi daerah belum sepenuhnya dirasakan. DPRD menilai momentum perubahan perda harus dimanfaatkan untuk memastikan, Daerah tidak hanya menjadi penonton dalam pengelolaan SDA.

BUMD memiliki peran lebih besar dan lebih terstruktur, Kontribusi perusahaan tidak berhenti pada janji CSR yang tidak terukur, Fiskal daerah mendapat ruang baru untuk berkembang, Pemerintah memiliki instrumen penegakan bila perusahaan tak menjalankan kewajiban.

DPRD menargetkan draft perubahan perda dapat rampung dalam waktu dekat. Setelah itu, akan dilakukan pembahasan lintas komisi, konsultasi tambahan dengan pemerintah pusat, dan uji publik untuk memastikan regulasi yang dihasilkan tidak hanya tegas, tetapi juga aplikatif.

“Banyak perusahaan besar beroperasi di Kaltim. Sudah saatnya kontribusi mereka tidak hanya simbolis. Regulasi kuat adalah kunci memastikan hal itu,” tutup Sabaruddin.

Dengan berbagai dorongan tersebut, DPRD Kaltim menegaskan komitmennya memperjuangkan kepentingan daerah. Kepastian regulasi PI 10 persen dan CSR menjadi instrumen penting bagi pemerintah daerah dalam menata tata kelola sumber daya alam yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.

(tim redaksi)

User Rating: No Ratings Yet !

Back to top button